stakeholder dalam pendidikan
MAKALAH PERENCANAAN PENDIDIKAN
STAKEHOLDER
DALAM PENDIDIKAN
Disusun oleh:
Kelompok 4
Presentasi ke- 5
|
1522900052
(NPK 08)
|
|
1522900059
(NPK 13)
|
|
1532900076
(NPK 28)
|
Dosen
Pengampu : Gradus, M.Pd.I
PROGRAM
STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
FAKULTAS
ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI RADEN FATAH
PALEMBANG
2017
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pendidikan
adalah proses kehidupan yang masalahnya sangat kompleks dan tetap ada sepanjang
manusia membentuk peradabannya di muka bumi ini. Namun dalam prosesnya
pendidikan tetap memerlukan pembenahan sesuai masalah yang dihadapi pada
zamannya. Dari beberapa masalah yang ada dalam persoalan pendidikan nasional
yang dapat dipelajari dalam sebuah konsep pemikiran atau setidaknya menjadi acuan
dalam mengatasi berbagai anomali dalam bidang pendidikan, antara lain
diantaranya: penguatan tata kelola, akuntabilitas dan pencitraan
publik. Penguatan tata kelola pendidikan tidak saja bergantung pada
kemampuan pemerintah saja tetapi juga sangat bergantung pada kemauan dari semua
lapisan masyarakat sebagai stakeholder dalam Sistem Pendidikan Nasional, oleh
sebab itu dalam pengelolaan pendidikan sebagai sebagai suatu sistem sangat
berkait dengan proses dan dinamika manusia dan lingkungannya (filsafatnya), dan
cita-cita pendidikan harus kita lihat secara komprehensif sebagai suatu sistem
pendidikan nasional yaitu adanya interdepedensi komponen stakeholder
pendidikan.
B.
Rumusan Masalah
1. Jelaskan Pengertian Stakeholder
Dalam Pendidikan?
2. Jelaskan Tentang Pemetaan
Stakeholder Dalam Pendidikan?
3. Jelaskan Bagaimana Penetapan
Stakeholder Sekolah/Madrasah?
4. Jelaskan Cara Mengelola
Stakeholder Sekolah?
C.
Tujuan
1. Untuk mengetahui dan memahami
pengertian stakeholder dalam pendidikan
2. Untuk mengetahui dan memahami tentang
pemetaan stakeholder dalam pendidikan
3. Untuk mengetahui dan memahami penetapan
stakeholder sekolah/madrasah
4. Untuk mengetahui dan memahami
cara mengelola stakeholder sekolah.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Stakeholder Dalam
Pendidikan
Perkataan stakeholder pada awalnya digunakan dalam
dunia usaha, istilah ini berasal dari bahasa inggris terdiri atas dua kata ; stake
dan holder. Stake berarti to give support to / pancang ,
holder berarti pemegang. Jadi stakeholder adalah siapapun yang memiliki
kepentingan dari sebuah usaha.
Kelembagaan yang dianjurkan dibentuk untuk
meningkatkan peran serta masyarakat dalam memajukan pendidikan, menurut UU No
20 Tahun 2003, pasal 56 adalah berupa Dewan Pendidikan, dan komite sekolah.
Ketua dan anggota kedua lembaga tersebut dapat digolongkan sebagai Stakeholder. [1]
Stakeholder
menurut Merriam-Webster Dictionary
memliki dua makna, makna yang pertama seseorang yang dipercaya sepenuhnya.
Makna yang kedua orang yang terlibat atau dipengaruhi oleh suatu tindakan.
Menurut Hatry stakeholder adalah salah satu kategori masyarakat sekolah, yang
merupakan unsur-unsur sekolah yang jika salah satu unsur tersebut tidak ada,
maka proses persekolahan tersebut menjadi terganggu. Definisi ini lebih
diperjelas dalam kamus Manajemen Mutu, stakeholder adalah kelompok atau
individu di dalam atau luar organisasi yang mempengaruhi dan yang dipengaruhi
oleh pencapaian misi, tujuan dan strategi organisasi biasanya terdiri atas
pemegang saham, karyawan, pelanggan, pemerintah dan peraturannya.[2]
Dalam
konteks sekolah, stakeholder adalah masyarakat sekolah yang merupakan warga
atau individu yang berada di sekolah dan di sekitar sekolah yang berhubungan
secara langsung maupun tidak langsung terhadap manajemen sekolah, memiliki
kesadaran social dan mempunyai pengaruh terhadap sekolah. Stakeholder adalah
segenap komponen terkait yang memiliki hak serta kewajiban yang sama dalam
merencanakan, melaksanakan dan melakukan pengawasan terhadap program
pendidikan. Secara umum istilah stakeholder diartikan sebagai pemangku
kepentingan.
Secara
sederhana, stakeholder sering dinyatakan sebagai para pihak, lintas pelaku,
atau pihak-pihak yang terkait dengan suatu isu atau suatu rencana. Pasal 56
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional tentang menjelaskan bahwa mengenai
stakeholder, yaitu:
1. Masyarakat berperan dalam
peningkatan mutu pelayanan pendidikan yang meliputi perencanaan, pengawasan dan
evaluasi program pendidikan melalui dewan pendidikan dan komite sekolah.
2. Dewan pendidikan sebagai lembaga
mandiri dibentuk dan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan
tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan pada tingkat
nasional, provinsi, dan kabupaten/kota yang tidak mempunyai hubungan hirarkis.
3. Komite sekolah sebagai lembaga
mandiri, dibentuk dan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan dengan
memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana,
serta pengawasan pendidikan pada tingkatan satuan pendidikan.[3]
Definisi lain dari stakeholder adalah pemegang atau
pemangku kepentingan. Orang per orang atau kelompok tertentu yang mempunyai
kepentingan apa pun terhadap sebuah obyek disebut stakeholder.
Jadi stakeholder pendidikan dapat diartikan sebagai
orang yang menjadi pemegang dan sekaligus pemberi support terhadap pendidikan
atau lembaga pendidikan. Dengan Perkataan lain stakeholder adalah orang-orang
atau badan yang berkepentingan langsung atau tidak langsung terhadap kegiatan
pendidikan di sekolah.
B.
Pemetaan Stakeholder Dalam
Pendidikan
Unsur paling penting yang perlu
diketahui sejak awal oleh manajer sebuah organisasi adalah berkaitan dengan
pertanyaan siapa yang menjadi stakeholder
organisasi ini. Untuk mengetahui siapa stakeholder
sekolah/madrasah, manajer harus mengenal berbagai bentuk dan mutu layanan serta
produk yang dihasilkan oleh sekolah/madrasah tersebut. Para pendidri dan
penerus organisasi harus mengetahui dengan pasti untuk apa organisasi ini ada.
Berbagai bentuk dan mutu layanan dan produk yang dihasilkan oleh sekolah/madrasah
tersebut akan memengaruhui stakeholder dari
sekolah/madrasah tersebut. Perubahan mutu layanan dan produk yang dihasilkan
oleh sekolah/madrasah tertentu akan dapat mengubah stakeholder sekolah/madrasah tersebut.
Jika melihat dari beberapa
pembagian stakeholder dilembaga
pendidikan, maka akan dikenal stakeholder
primer, sekunder, dan tertsier. Stakeholder
utama sekolah/madrasah adalah siswa, namun demikian siswa datang ke
sekolah/madrasah karena adanya pembiyaan dari orang tua siswa, sehingga kedua
komponen tersebut merupakan komponen yang paling harus diperhatikan oleh
sekolah/madrasah.
Untuk mengidentifikasi stakeholder potensial dapat dilakukan
dengan mengajukan berbagai pertanyaan, misalnya orang tua dengan tingkat eknomi
yang bagaimana? Orang tua muslim yang memiliki aliran apa? Orang tua muslim
yang tinggal dimana? Orang tua muslim yang menginginkan anaknya memiliki
kecakapan apa setelah lulus? Dan seterusnya. Pertanyaan-pertanyaan itulah yang
kemudian sekurang-kurangnya akan memberikan jawaban terhadap pertanyaan stakeholder potensial dari madrasah ini?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut tentunya harus digunakan metode yang tepat.
Misalnya dengan metode survei.[4]
Stakeholder
pendidikan dapat diartikan sebagai orang yang menjadi pemegang
dan sekaligus pemberi support terhadap pendidikan atau lembaga pendidikan.
Stakeholder pendidikan dibagi dalam 3 kategori utama, yaitu:
1.
Sekolah, termasuk di dalamnya adalah para guru, kepala
sekolah, murid dan tata usaha sekolah.
Seperti
yang kita tahu, di dalam sekolah terdapat berbagai pihak diantaranya kepala
sekolah, pendidik, dan peserta didik. Kepala sekolah bertanggung jawab pada
perkembangan prestasi peserta didiknya, suasana lingkungan kerja guru, dan
karakter keseluruhan sekolah. Kepala sekolah juga memegang peranan penting lain
yaitu penghubung antara guru, orang tua, dan para stakeholder lainnya. Peserta
didik di masa globalisasi semakin membuat mereka beragam dengan kehadiran
teknologi sebagai tempat-tempat belajar informal mereka (internet, media
sosial, dll). Guru sebagai elemen kunci utama pendidikan semakin dituntut untuk
beradaptasi dan bertanggung jawab atas hal-hal yang dialami peserta didik.
2.
Pemerintah, diwakili oleh para pengawas, pemilik,
dinas pendidikan, walikota, sampai menteri pendidikan nasional.
Pemerintah,
selaku pembuat kebijakan juga harus bersinergi dengan stakeholder lain.
Peran pembuat kebijakan yaitu pelayan mediator antara aktor-aktor pendidikan
lainnya, baik di tingkat daerah hingga pusat. Yang mana, setiap kebijakan yang
mereka putuskan diharapkan dapat diterima dan dilaksanakan dengan baik oleh stakeholder
pendidikan lain serta mendukung kinerja antar stakeholder.
3.
Masyarakat, sedangkan masyarakat yang berkepentingan
dengan pendidikan adalah orang tua murid, pengamat dan ahli pendidikan, lembaga
swadaya masyarakat, perusahaan atau badan yang membutuhkan tenaga terdidik,
toko buku, kontraktor pembangunan sekolah, penerbit buku, penyedia alat
pendidikan, dan lain-lain.
Berbeda dengan stakeholder sekolah dan pemerintah
yang terlibat langsung dalam sistem pendidikan, masyarakat termasuk dalam
bagian diluar lingkaran sistem pendidikan tetapi berkaitan secara tidak
langsung pada aktor pendidikan didalamnya. Perbedaan ini penting untuk
diketahui bahwa masyarakat, stakeholder eksternal pendidikan,
tidak mempunyai kapasitas yang lebih besar dari sekolah dan pemerintah dalam
menghasilkan perubahan pendidikan.
Masyarakat yang dimaksud terdiri dari berbagai macam, diantaranya adalah
orang tua murid, lembaga swadaya masyarakat (LSM), toko buku, ataupun
perusahaan yang membutuhkan tenaga terdidik, dan lain-lain.[5]
C.
Penetapan Stakeholder
Sekolah/Madrasah
Penetapan
stakeholder potensial dari lembaga
pendidikan merupakan proses yang sangat penting dalam manajemen lembaga.
Kesalahan dalam menentukan stakeholder
potensial tersebut akan berdampak pada kesalahan dalam proses manajemen
selanjutnya yang pada akhirnya akan menimbulkan tidak terserapnya produk dan
layanan lembaga pendidikan di masyarakat.
Sebagaimana
terlihat dari hasil pemetaan stakeholder
di atas, kegiatan yang dihasilkan dari pemetaan tersebut menghasilkan berbagai
harapan dari berbagai kelompok stakeholder.
Masing-masing harapan dari kelompok stakeholder
tersebut dimungkinkan memiliki perbedaan yang kontras antara satu kelompok stakeholder dengan kelompok stakeholder yang lain. Oleh karenanya
tidak mungkin semua harapan dan kebutuhan kelompok stakeholder tersebut dipenuhi oleh lembaga pendidikan. Itulah
sebabnya lembaga pendidikan harus memilih kelompok stakeholder yang akan dipenuhi harapan dan kebutuhannya.[6]
Proses
memilih kelompok stakeholder yang
akan menjadi sasaran untuk dilakukan pemenuhan kebutuhan dan harapan tersebut
itulah yang disebut dengan proses menetapkan stakeholder potensial. Dalam proses pemilihan ini tentu saja
sekolah/madrasah harus juga menyesuaikan dengan kondisi internal lembaga saat
ini dan yang akan datang, sehingga apa yang diinginkan dan diharapkan oleh stakeholder tersebut akan dapat dipenuhi
oleh lembaga. Itulah sebabnya sebelum dilakukan analisis, lembaga pendidikan
harus mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan sumber daya yang ada di lembaga
tersebut.
Hasil
pemetaan sumber daya tersebut kemudian digunakan untuk melakukan analisis dalam
menentukan stakeholder utama dari
lembaga pendidikan. Proses analisis tersebut dilakukan dengan membandingkan
antara sumber daya yang ada di lembaga pendidikan dan proyeksinya empat tahun
ke depan dan kebutuhan dan harapan stakeholder.
Dalam menentukan stakeholder
potensial lembaga pendidikan digunakan perbandingan antara kemampuan pemenuhan
sumber daya di lembaga pendidikan sampai dengan empat tahun ke depan dengan
tingkat kecukupan dalam pemenuhan kebutuhan dan harapan stakeholder. Semakin tinggi tingkat kesesuaian tersebut, maka akan
semakin potensial pula stakeholder
tersebut bagi lembaga pendidikan.[7]
Selain
menggunakan analisis, proses penentuan stakeholder
potensial juga harus memperhitungkan latar belakang dan hal-hal yang menjadi
dasar dalam pendirian lembaga pendidikan tersebut. Hal-hal yang berkaitan
dengan latar belakang dan dasar pendirian lembaga tersebut tidak dapat
dianalisis dengan menggunakan logika, namun biasanya diketahui secara jelas oleh
pendiri atau pimpinan lembaga.
Dengan
mendasarkan pada stakeholder
potensial lembaga dan berbagai landasan filosofis lembaga inilah kemudian
kegiatan utama lembaga pendidikan dapat ditentukan. Walaupun secara garis besar
kegiatan utama sekolah/madrasah adalah pendidikan dan pengajaran, namun dalam
proses pelaksanaannya terdapat berbagai variasi yang merupakan perwujudan dari
keinginan dan harapan dari stakeholder
potensial.
Berbagai
bentuk pembelajaran dalam mata pelajaran muatan lokal atau berbagai jenis
pelayanan dalam proses pendidikan dan pengajaran serta penunjangnya meupakan
beberapa contoh yang dapat dilihat jika hendak mengidentifikasi stakeholder potensial lembaga
pendidikan. Sekolah/madrasah yang memiliki stakeholder
potensial dari tingkat ekonomi menengah ke atas misalnya akan melaksanakan
proses pembelajaran dengan menggunakan berbagai bantuan teknologi, setiap kelas
dibimbing oleh beberapa guru, kegiatan pembelajaran kontekstual dapat
dilaksanakan dengan baik, pembimbingan anak dengan menggunakan teori belajar
konstruktivis dapat dilaksanakan, dan berbagai bentuk layanan pendidikan
lainnya dapat dengan mudah untuk dilaksanakan. Sedangkan madrasah yang terletak
di daerah dengan banyak pondok pesantren dengan stakeholder utamanya berasal dari santri pondok pesantren akan
melaksanakan berbagai kegiatan pembelajaran yang sangat terkait dengan berbagai
pelajaran yang ada di pondok pesantren tersebut dan kegiatan-kegiatan yang
sangat terkait dengan pondok pesantren.[8]
D.
Mengelola Stakeholder Sekolah/Madrasah
Satuan
pendidikan (sekolah) yang tumbuh dan berkembang dalam suatu masyarakat akan
selalu menghadapi tekanan, baik yang berasal dari luar institusi sekolah maupun
dari dalam. Namun demikian, unsur-unsur tersebut tidak selalu menekan sekolah,
adakalanya unsur-unsur tersebut malah memberikan peluang yang justru akan
meningkatkan mutu sekolah. Tugas sekolah membina hubungan yang baik dengan
pihak-pihak tersebut melalui suatu proses komunikasi. Pihak-pihak tersebut
adalah khalayak sasaran kegiatan sekolah yang disebut stakeholder yaitu setiap
kelompok yang berada di dalam maupun diluar institusi sekolah yang mempunyai
peran menentukan peningkatan mutu sekolah. Stakeholder
terdiri atas berbagai kelompok penekan (pressure
group) yang mesti dipertimbangkan oleh sekolah. Dalam kerangka yang lebih
luas, kepuasan kelompok-kelompok dalam stakeholder
dapat dipakai sebagai indikator keberhasilan sekolah.
Secara
umum stakeholder sekolah dapat
dikelompokkan menjadi dua bagian yakni stakeholder
internal dan eksternal. Stakeholder
internal relatif mudah untuk dikendalikan dan pekerjaan untuk komunikasi
interen bisa diserahkan pada bagian lain seperti wakil kepala sekolah atau
dirangkap langsung oleh kepala sekolah. Ketika iklim demokrasi dan pemberdayaan
tumbuh dengan baik di Indonesia, muncullah persaingan antar sekolah sejenis
tidak hanya mengangkat calon-calon peserta didik terbaik atau
mempertahankannya, tetapi juga mencari dan mempertahankan manajer sekolah,
guru, dan tenaga kependidikan serta karyawannya yang sudah teruji mampu
mempertahankan bahkan meningkatkan kualitas sekolah.
Sedangkan
stakeholder eksternal adalah
unsur-unsur yang berada di luar kendali sekolah (uncontrollable). Peserta didik dan orang tua peserta didik sebagai
konsumen sekolah adalah raja yang mempunyai hak untuk memilih layanan
belajarnya sendiri. Peserta didik dan orang tua peserta didik banyak
diperebutkan oleh sekolah, sedikit sekali sekolah yang bisa membujuk pemerintah
untuk menerbitkan peraturan yang menguntungkan sekolah.
Para
pimpinan sekolah umumnya dibekali dengan teknik untuk mendesain organisasinya
sesuai dengan keadaan lingkungan eksternalnya. Unsur dalam lingkungan eksternal
itu dapat dilihat dari (1) kompleksitas lingkungannya, yaitu diukur dari
banyaknya pihak luar institusi sekolah yang perlu mendapat perhatian sekolah
karena pengaruhnya. Semakin banyak aktor yang perlu diperhatikan, maka semakin
kompleks hal-hal yang dihadapi, tetapi jika semakin sedikit aktor yang perlu
diperhatikan, maka urusannya semakin sederhana; (2) stabilitas lingkungan,
yaitu diukur dari perubahan, bila terlalu sering terjadi perubahan peraturan
pemerintah dan kebijakan pemerintah terhadap sekolah, perubahan selera
konsumen, perubahan peran aktor dalam lingkungan lainnya, maka lingkungan
dikatakan tidak stabil (labil), keadaan sebaliknya disebut stabil.[9]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Stakeholder pendidikan dapat diartikan sebagai orang
yang menjadi pemegang dan sekaligus pemberi support terhadap pendidikan atau
lembaga pendidikan. Dengan Perkataan lain stakeholder adalah orang-orang atau
badan yang berkepentingan langsung atau tidak langsung terhadap kegiatan
pendidikan di sekolah. Stakeholder pendidikan dibagi dalam 3 kategori utama,
yaitu: (1) Sekolah, (2) Pemerintah, (3) Masyarakat.
Dalam
pemetaan stakeholder sekolah memiliki 2 cara dalam mengidentifikasi
stakeholder, yaitu analisi dan survei. Hasil
pemetaan sumber daya tersebut kemudian digunakan untuk melakukan analisis dalam
menentukan stakeholder utama dari
lembaga pendidikan.
Dalam mengelola hubungan sekolah
dengan stakeholder agar tetap baik harus dengan melalui suatu proses
komunikasi. Pihak-pihak tersebut adalah khalayak sasaran kegiatan sekolah yang
disebut stakeholder yaitu setiap kelompok yang berada di dalam maupun diluar
institusi sekolah yang mempunyai peran menentukan peningkatan mutu sekolah.
DAFTAR PUSTAKA
Aulia, Tia. http://huurinien.blogspot.co.id/2015/09/stakeholder-dalam-pendidikan.html.
Diakses pada tanggal 09 april 2017. Pukul 17.55 WIB.
http://itsmengajar.org/stakeholder-pendidikan-sekolah/. Diakses pada tanggal 10 april 2017. Pukul 19.00 WIB.
Kompri. 2014. Manajemen Sekolah: Teori dan Praktik.
Bandung: Alfabeta.
Muhaimin. 2010. Manajemen
Pendidikan. Jakarta: Kencana.
Rosyada, Dede. 2004. Paradigma
Pendidikan Demokratis. Jakarta: Kencana.
Syaiful. 2003. Manajemen
Strategi Dalam Peningkatan Mutu Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
[1] Tia
Aulia. http://huurinien.blogspot.co.id/2015/09/stakeholder-dalam-pendidikan.html. Diakses pada tanggal 09
april 2017. Pukul 17.55 WIB.
[5] http://itsmengajar.org/stakeholder-pendidikan-sekolah/. Diakses
pada tanggal 10 april 2017. Pukul 19.00 WIB.
[9] Syaiful, Manajemen
Strategi dalam Peningkatan Mutu Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2003), hlm. 257-259.
Komentar
Posting Komentar